Senin, 24 Juni 2013

OSCAR PISTORIUS: THE BLADE RUNNER

BAGI penggemar olahraga atletik, tentu kiranya tidak asing mendengar pelari tingkat internasional, Oscar Pistorius. Mendengar nama pelari kelahiran Afrika Selatan tersebut pasti akan dikaitkan dengan kecacatannya. Ya, Oscar tidak mempunyai tulang betis sejak kelahirannya dan orangtuanya terpaksa mengamputasi kakinya.


Jiwa sebagai olahragawan sejati tampaknya memang telah menghujam pada sosok Oscar. Berbagai kegiatan olahraga di sekolah dasarnya mulai dari tenis, kriket, sepak bola, dan gulat diikutinya. Hanya satu olahraga yang tidak disukainya adalah lari dikarenakan kaki palsunya yang tidak mendukung untuk berlari.
Memasuki sekolah lanjut atas, jiwa Oscar tercurah pada olahraga rugby. Ia bahkan masuk daftar pemain rugby sekolahnya. Namun, pada 21 Juni 2003 Oscar mengalami cedera serius pada pertandingan rugby. Setelah menjalani fisioterapi di Scince Intitute pihak Oscar disarankan agar ia berkosentrasi pada lari cepat sebagai model terapi selanjutnya yang paling efektif agar sendi lututnya cepat sembuh sehingga bisa bermain rugby kembali.
Pada Juni 2004, seorang kolega ayahnya, mengundang Oscar ke AS untuk mencoba produk kaki palsu terbarunya yang bernama Cheetah yang dibuat dari serat karbon. Dan Cheetah ini telah memberikan ‘kebebasan’ dikarenakan daya tahan dan keringanannya. Ketika mulai berlatih lari cepat guna bisa bermain rugby kembali, sedikit-demi sedikit Oscar jusru menyukai atletik. Alasan mendasarnya adalah kaki palsu terbarunya tersebut lebih terasa nyaman dan mudah ketika dibuat berlari.
Setelah tiga minggu menjalani program latihan, Oscar menjalani pertandingan lari 100 meter pertama kalinya. Dan Oscar berhasil pada urutan pertama mencatatkan dirinya dalam waktu 11,72 detik. Malahan, catatan Oscar tersebut ternyata memecahkan rekor dunia untuk pelari penyandang cacat. Setelah terus memperbaiki catatannya tersebut serta tampil di Pesta Olahraga Penyandang Cacat Afrika Selatan, Oscar diberitahu bahwa dirinya akan mewakili Afrika Selatan dalam Paralimpiade di Athena tahun 2004.
Pada Paralimpiade Athena tersebut, pertandingan lari jarak 200 meter, Oscar dengan tekad, semangat, dan usaha keras akhirnya berhasil memenangkan medali emas.
Keberhasilannya dalam menyabet medali emas dan seiring dengan terus membaiknya catatan waktunya, banyak kalangan yang menaruh curiga pada kaki palsu Oscar. Mereka beranggapan bahwa Cheetah telah memberikan kelebihan dan keuntungan yang berarti.
Oscar tentu saja menyanggah tuduhan semacam itu. Oscar berdalih bahwa kaki palsunya itu hanya terbuat dari serat karbon dan sudah ada di pasaran lebih dari sepuluh tahun dan sudah dipakai oleh para atlet penyandang cacat lainnya.
Maret 2007, IAAF yan merupakan Asosiasi Internasional Federasi Atletik dunia mengumumkan pelarangan penggunaan peralatan apa saja yang dirancang untuk meningkatkan penampilan atlet. Dan tentunya banyak pihak yang menduga aturan terbaru IAAF tersebut ditujukan kepada seorang Oscar yang akan bertanding atletik internasional untuk orang normal. Alhasil, pasca keputusan IAAF tersebut membuat ia gagal mengikuti kejuaraan atletik di Glasgow.
Karena memunculkan kontroversi serta banyaknya dukungan terhadap karier Oscar kedepannya, maka, pihak IAAF menjadwal tes bulan November 2007 pada kaki palsunya untuk benar-benar membuktikan bahwa kaki palsunya memberikan keuntungan atau tidak.
Profesor Bruggemann (IAAF) menyampaikan pendapatnya dengan menjelaskan bahwa kaki palsu dari serat karbon tersebut ternyata memberikan keuntungan mekanis dengan disertai dengan berbagai data statistik  yang meyakinkan.
Maka langkah cepat yang harus diambil oleh Oscar dan manajernya adalah dengan mengajukan banding atas putusan IAAF tersebut ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss.
Pihak Oscar berusaha mengumpulkan tim yang terdiri dari beberapa profesor dibidangnya. Mereka kembali melakukan tes pada kaki Oscar dengan menjalankan tes VO2 yang merupakan tes yang paling cocok untuk kasus Oscar. Tak lama kemudian, terlihat sangat jelas bahwa hasil yang dikeluarkan oleh IAAF sangat berbeda dengan tes yang sedang dijalani Oscar di Amerika Serikat itu.
Pada 16 Mei 2008, CAS memutuskan bahwa kaki palsu Oscar tidak memberi keuntungan sama sekali dibandingkan atlet lainnya serta keputusan IAAF terdahulu batal demi hukum serta Oscar dapat bertanding kembali seperti dulu.
Kejuaraan Paralimpiade Beijing telah menanti. Dan Oscar terjun pada tiga nomor berbeda, Yakni: 100, 200, dan 400 meter. Episode manis akhirnya tercipta di Beijing. Tiga nomor tersebut ia sabet dengan medali emas sekaligus mengukir sejarah dengan memecahkan rekor dunia.
Kisah atlet yang hampir bernasib sama dengan Oscar (penyandang cacat) memang banyak. Namun, kisah Oscar tersebut di atas terasa berbeda. Titik perbedaannya adalah pada perjuangannya dalam menghadapi cibiran dan dalam menyanggah berbagai tuduhan bahwa kaki palsu Cheetahnya yang dianggap memberikan keuntungan teknis itu direspon dengan memberikan jawaban secara ilmiah yang dikemukakan dari para ahli bahwa hal itu hanyalah omong kosong belaka.
Tak cuma itu, Oscar juga berupaya menghilangkan diskriminasi yang sering dialaminya dan para atlet cacat lainnya yang seringkali dianggap sebelah mata. Setidaknya pembuktian kecepatan kaki Oscar yang mampu bersaing dengan kaki-kaki para atlet normal sekelas Olimpiade menjadi salah satu bukti nyata dalam usaha menghilangkan bentuk diskriminasi terhadapnya.
Tiga medali emas yang ia rengkuh pada Paralimpiade Beijing semata-mata didapatkannya melalui latihan keras, semangat, dan kedisplinan tinggi. Kisah Oscar di atas, tentunya sedikit banyak telah memberikan inspirasi kepada kita semua agar selalu berusaha menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing meskipun tentunya ditengah banyaknya keterbatasan yang ada pada diri kita juga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar