BAGI penggemar olahraga atletik, tentu kiranya tidak asing mendengar
pelari tingkat internasional, Oscar Pistorius. Mendengar nama pelari
kelahiran Afrika Selatan tersebut pasti akan dikaitkan dengan
kecacatannya. Ya, Oscar tidak mempunyai tulang betis sejak kelahirannya
dan orangtuanya terpaksa mengamputasi kakinya.
Jiwa sebagai
olahragawan sejati tampaknya memang telah menghujam pada sosok Oscar.
Berbagai kegiatan olahraga di sekolah dasarnya mulai dari tenis, kriket,
sepak bola, dan gulat diikutinya. Hanya satu olahraga yang tidak
disukainya adalah lari dikarenakan kaki palsunya yang tidak mendukung
untuk berlari.
Memasuki sekolah lanjut atas, jiwa Oscar tercurah
pada olahraga rugby. Ia bahkan masuk daftar pemain rugby sekolahnya.
Namun, pada 21 Juni 2003 Oscar mengalami cedera serius pada pertandingan
rugby. Setelah menjalani fisioterapi di Scince Intitute pihak Oscar
disarankan agar ia berkosentrasi pada lari cepat sebagai model terapi
selanjutnya yang paling efektif agar sendi lututnya cepat sembuh
sehingga bisa bermain rugby kembali.
Pada Juni 2004, seorang
kolega ayahnya, mengundang Oscar ke AS untuk mencoba produk kaki palsu
terbarunya yang bernama Cheetah yang dibuat dari serat karbon. Dan
Cheetah ini telah memberikan ‘kebebasan’ dikarenakan daya tahan dan
keringanannya. Ketika mulai berlatih lari cepat guna bisa bermain rugby
kembali, sedikit-demi sedikit Oscar jusru menyukai atletik. Alasan
mendasarnya adalah kaki palsu terbarunya tersebut lebih terasa nyaman
dan mudah ketika dibuat berlari.
Setelah tiga minggu menjalani
program latihan, Oscar menjalani pertandingan lari 100 meter pertama
kalinya. Dan Oscar berhasil pada urutan pertama mencatatkan dirinya
dalam waktu 11,72 detik. Malahan, catatan Oscar tersebut ternyata
memecahkan rekor dunia untuk pelari penyandang cacat. Setelah terus
memperbaiki catatannya tersebut serta tampil di Pesta Olahraga
Penyandang Cacat Afrika Selatan, Oscar diberitahu bahwa dirinya akan
mewakili Afrika Selatan dalam Paralimpiade di Athena tahun 2004.
Pada
Paralimpiade Athena tersebut, pertandingan lari jarak 200 meter, Oscar
dengan tekad, semangat, dan usaha keras akhirnya berhasil memenangkan
medali emas.
Keberhasilannya dalam menyabet medali emas dan
seiring dengan terus membaiknya catatan waktunya, banyak kalangan yang
menaruh curiga pada kaki palsu Oscar. Mereka beranggapan bahwa Cheetah
telah memberikan kelebihan dan keuntungan yang berarti.
Oscar
tentu saja menyanggah tuduhan semacam itu. Oscar berdalih bahwa kaki
palsunya itu hanya terbuat dari serat karbon dan sudah ada di pasaran
lebih dari sepuluh tahun dan sudah dipakai oleh para atlet penyandang
cacat lainnya.
Maret 2007, IAAF yan merupakan Asosiasi
Internasional Federasi Atletik dunia mengumumkan pelarangan penggunaan
peralatan apa saja yang dirancang untuk meningkatkan penampilan atlet.
Dan tentunya banyak pihak yang menduga aturan terbaru IAAF tersebut
ditujukan kepada seorang Oscar yang akan bertanding atletik
internasional untuk orang normal. Alhasil, pasca keputusan IAAF tersebut
membuat ia gagal mengikuti kejuaraan atletik di Glasgow.
Karena
memunculkan kontroversi serta banyaknya dukungan terhadap karier Oscar
kedepannya, maka, pihak IAAF menjadwal tes bulan November 2007 pada kaki
palsunya untuk benar-benar membuktikan bahwa kaki palsunya memberikan
keuntungan atau tidak.
Profesor Bruggemann (IAAF) menyampaikan
pendapatnya dengan menjelaskan bahwa kaki palsu dari serat karbon
tersebut ternyata memberikan keuntungan mekanis dengan disertai dengan
berbagai data statistik yang meyakinkan.
Maka langkah cepat yang
harus diambil oleh Oscar dan manajernya adalah dengan mengajukan banding
atas putusan IAAF tersebut ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di
Swiss.
Pihak Oscar berusaha mengumpulkan tim yang terdiri dari
beberapa profesor dibidangnya. Mereka kembali melakukan tes pada kaki
Oscar dengan menjalankan tes VO2 yang merupakan tes yang paling cocok
untuk kasus Oscar. Tak lama kemudian, terlihat sangat jelas bahwa hasil
yang dikeluarkan oleh IAAF sangat berbeda dengan tes yang sedang
dijalani Oscar di Amerika Serikat itu.
Pada 16 Mei 2008, CAS
memutuskan bahwa kaki palsu Oscar tidak memberi keuntungan sama sekali
dibandingkan atlet lainnya serta keputusan IAAF terdahulu batal demi
hukum serta Oscar dapat bertanding kembali seperti dulu.
Kejuaraan
Paralimpiade Beijing telah menanti. Dan Oscar terjun pada tiga nomor
berbeda, Yakni: 100, 200, dan 400 meter. Episode manis akhirnya tercipta
di Beijing. Tiga nomor tersebut ia sabet dengan medali emas sekaligus
mengukir sejarah dengan memecahkan rekor dunia.
Kisah atlet yang
hampir bernasib sama dengan Oscar (penyandang cacat) memang banyak.
Namun, kisah Oscar tersebut di atas terasa berbeda. Titik perbedaannya
adalah pada perjuangannya dalam menghadapi cibiran dan dalam menyanggah
berbagai tuduhan bahwa kaki palsu Cheetahnya yang dianggap memberikan
keuntungan teknis itu direspon dengan memberikan jawaban secara ilmiah
yang dikemukakan dari para ahli bahwa hal itu hanyalah omong kosong
belaka.
Tak cuma itu, Oscar juga berupaya menghilangkan
diskriminasi yang sering dialaminya dan para atlet cacat lainnya yang
seringkali dianggap sebelah mata. Setidaknya pembuktian kecepatan kaki
Oscar yang mampu bersaing dengan kaki-kaki para atlet normal sekelas
Olimpiade menjadi salah satu bukti nyata dalam usaha menghilangkan
bentuk diskriminasi terhadapnya.
Tiga medali emas yang ia rengkuh
pada Paralimpiade Beijing semata-mata didapatkannya melalui latihan
keras, semangat, dan kedisplinan tinggi. Kisah Oscar di atas, tentunya
sedikit banyak telah memberikan inspirasi kepada kita semua agar selalu
berusaha menjadi yang terbaik di bidang kita masing-masing meskipun
tentunya ditengah banyaknya keterbatasan yang ada pada diri kita juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar